Logo

Mengenal Rayap dan Pengendaliannya Oleh: Nadzirum Mubin, SP., MSi

Seminar online Wisatani sesi 38 yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binaung, Kalimantan Selatan pada hari Rabu, 16 Desember 2020 yang mengundang narasumber Nadzirum Mubin, SP., MSi sebagai dosen muda dari Departemen Proteksi Tanaman, IPB University. Peserta seminar online berasal dari petani, PPL atau penyuluh, mahasiswa dan para praktisi jasa pengendali hama (pest control).

Di lapangan, serangan rayap merupakan musuh besar di pertanian, perkebunan, maupun di permukiman karena sifatnya yang hidden infestation atau diam-diam tetapi merusak beragam tanaman atau furniture. Diketahui bahwa rayap mampu menyebabkan kerusakan hingga 5% dari jumlah tanaman kelapa sawit, yang berarti dalam 1 hektar terdapat 7-8 tanaman yang terserang rayap.

Rayap merupakan kelompok serangga sosial yang berasal dari ordo Blattodea epifamili Termitoidea. Banyak spesies rayap yang diketahui, tetapi yang umum diketahui dapat menyebabkan serangan paling tinggi adalah kelompok rayap tanah spesies Coptotermes curvignathus. Selain itu, ada juga rayap yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada beragam tanaman budidaya seperti rayap Macrotermes gilvus, Odontotermes javanicus, Microtermes insperatus, serta Schedorhinotermes javanicus.

Sama halnya seperti semut dan lebah, rayap merupakan serangga sosial yang mempunyai sistem perkastaan di dalam sebuah koloninya. Terdapat pembagian tugas di dalam koloni yaitu kasta reproduktif (ratu dan raja), prajurit, dan pekerja. Sebagian besar, bahkan mencapai lebih dari 80% koloni rayap berupa kasta pekerja. Kasta pekerja mempunyai peranan yang paling besar sehingga jumlah individu di dalam koloninya juga yang paling banyak. Tugas dari kasta pekerja yaitu merawat telur, memberi makan anakan, memberikan makan kasta lainnya (prajurit, reproduktif), membuat sarang, memperbaiki sarang, serta mencari makan yang bersumber dari selulosa (kayu). Sehingga kasta reproduktif merupakan kasta yang paling dikhawatirkan karena akan mencari sumber pakan di pertanian, perkebunan maupun di permukiman.

Sebelum melakukan pengendalian yang benar, sebaiknya perlu mengetahui biologi serta perilaku dari rayap yang akan dikendalikan. Perilaku rayap yang perlu diketahui adalah rayap selalu menghindari cahaya atau tidak menyukai adanya cahaya langsung disebut dengan perilaku kriptobiotik (kecuali laron) sehingga rayap akan membuat liang kembara yang terbuat dari tanah. Liang kembara ini berfungsi melindungi tubuh rayap dari paparan cahaya secara langsung sehingga rayap dapat mencari sumber pakan dan menstranfer pakan hingga ke sarangnya kembali. Untuk itu, jika terdapat liang kembara dari tanah, maka dapat dipastikan bahwa di tempat tersebut terdapat rayap. Selain perilaku menghindari cahaya, rayap juga mempunyai perilaku saling memberi makan yang dilakukan oleh kasta pekerja atau disebut dengan perilaku Trofalaksis. Perilaku ini berfungsi untuk mentransfer nutrisi/makanan dari satu individu ke individu lainnya. Umumnya, kasta prajurit dan reproduktif tidak mampu mencari makan sendiri, sehingga perlu bantuan dari kasta pekerja untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya. Trofalaksis dapat dilakukan melalui transfer nutrisi dari mulut-mulut atau oral feeding atau transfer dari anus-mulut atau fecal feeding.

Diketahui rayap dapat menyerang tanaman apapun karena rayap membutuhkan selulosa sebagai sumber pakannya. Daun, ranting, kayu lapuk, pelepah sawit, akar dan sebagainya yang bersumber selulosa menjadi target utama sumber pakan bagi rayap. Sehingga akan sulit dilakukan pengendalian tanpa mengetahui biologi dan perilaku dari rayap tersebut. Pengendalian dapat dilakukan menggunakan cara fisik, mekanik, biologi maupun kimiawi. Cara fisik misalnya dengan sistem budidaya yaitu membuat jarak tanam yang tepat sehingga cahaya matahari dapat masuk mencapai permukaan tanah. Diketahui rayap mempunyai perilaku menghindari cahaya, dengan adanya sumber cahaya yang masuk ke dalam sela-sela tanaman budidaya makan akan mengurangi infestasi serangan rayap. Pemusnahan dan pembongkaran sarang rayap juga dapat dilakukan agar sumber dari koloni dapat langsung dimusnahkan. Monitoring tanaman budidaya secara berkala untuk melihat tingkat serangan dari rayap. Deteksi dini yang dilakukan untuk mengetahui serangan hama rayap yang ada di lapangan apakah masih dalam kondisi populasi rendah atau dalam kondisi yang harus dikendalikan. Pengendalian rayap dapat dilakukan menggunakan agens biologis yaitu memanfaatkan musuh alami seperti semut, cendawan entomopatogen (Merarrhizium anisopliae, Beauveria bassiana), nematode entomopatogen (Steinernema dan Heterohabditis). Selain pengendalian menggunakan agens biologis, pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida baik yang berasal dari tanaman/botani atau dari sisntetik. Insektisida botanis yang dapat dimanfaatkan yaitu minyak cengkeh, minyak atsiri serai wangi, daun  dan biji mimba, serta asap cair (tandan kelapa sawit, cangkang kelapa, dll) atau menggunakan insektisida sintetik yang berbahan aktif fipronil, imidakloprid, etiprol serta hexaflumuron. Termisida berbahan aktif hexaflumuron paling banyak digunakan karena bersifat slow release/action. Dengan mode of action dari bahan aktif tersebut serta memanfaatkan dari perilaku rayap yaitu membawa sumber pakan ke sarang serta memberikan pakan ke individu lainnya. Alhasil, semua individu rayap dalam satu koloni akan terpapar termitisida berbahan aktif hexaflumuron tersebut dalam waktu tertentu.

Pengelolaan rayap di pertanian, perkebunan maupun di permukiman tidak akan berhasil tanpa mengetahui siapa dan bagaimana perilaku dari target yang akan dikendalian. Ketika sudah mengetahui kedua hal tersebut, maka pengendalian yang terintegrasi akan lebih mudah dan dapat tepat sasaran.