Logo

Dr. Swastiko Priyambodo Jelaskan Pengelolaan Hama Tikus pada Jagung

Dr Swastiko Priyambodo, pakar tikus dari IPB University memberikan langkah pengendalian hama tikus pada jagung. Ia menyebut, hanya sembilan jenis tikus yang menjadi hama di Indonesia.

“Tikus sawah merupakan hama penting menyerang komoditas jagung setelah panen padi. Sedangkan tikus pohon umumnya menyerang sawit ditemukan di pemukiman sub pertanian. Terutama di sawah dan perkebunan yang berbatasan dengan pemukiman,” kata Dr Wastiko.

Untuk mengendalikan tikus, dosen IPB University itu mengatakan, petani dan pemerintah perlu memahami kelebihan dan kekurangan tikus agar dapat mengatur strategi pengendalian hama ini. Ia mencontohkan, perlu dilakukan pre-baiting pada racun akut dengan aplikasi zinc fosfit pada tanaman pangan. Sedangkan, untuk racun bersifat kronis tidak perlu pre-baiting.

“Kelemahan tikus itu neo phobia atau takut pada benda baru. Jadi perlu penggunaan jera umpan, jera racun, dan jera perangkap,” tambah Dr Swastiko Priyambodo, dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman.

Ia juga menyebut, pengetahuan biologis tikus juga patut untuk diketahu. Ia menjelaskan, tikus sawah umumnya matang seksual hanya dalam dua bulan. Tidak hanya itu, tikus juga memiliki kejadian post partum estrus atau pasca melahirkan dua hari sudah bisa birahi. Hal ini tidak didapatkan oleh mamalia lain sehingga potensi reproduksi tikus sangat melimpah dan dapat melahirkan sepanjang tahun.

“Dalam strategi pengelolaan tikus, penting untuk memahami biologi dan perilaku tikus  karena spesies ini paling dapat bertahan hidup. Hal ini dibutuhkan untuk monitoring early warning system,” jelasnya dalam Webinar dan Bimtek Propaktani yang digelar oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, (07/12).

Dalam kesempatan ini, Dr Swastiko juga menjelaskan bahwa resistensi tikus terhadap rodentisida juga semakin tinggi. Hal ini karena intensitas penggunaan racun di pemukiman sangat tinggi.

Dosen IPB University itu mengatakan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pengelolaan tikus.  Cara tersebut antara lain adalah sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan ini dapat dilakukan di beberapa wilayah yang terdapat sarang tikus. Petani harus mengupayakan agar tikus-tikus di sarang merasa tidak nyaman.

Manajemen tikus lainnya yakni dengan cara kultur teknis seperti rotasi tanaman. Namun demikian, pada beberapa spesies sulit untuk dilakukan rotasi tanaman. Seperti tanaman jagung masih bisa diserang kembali oleh hama tikus. Sistem jajar legowo bagi padi relatif berhasil namun bagi jagung masih dipertanyakan.

“Aplikasi internet of things juga dapat dikembangkan. Aplikasi ini mampu mendeteksi jebakan yang berhasil menangkap tikus berdasarkan gerakan tikus. Namun biaya harus diperhitungkan. Jebakan yang dibuat dapat bersifat repelen, melindungi, mematikan,” katanya.

Adapun manajemen tikus dengan cara biologi dan hayati, dapat memanfaatkan predator seperti burung hantu. Namun demikian, populasi predator di sawah cenderung turun karena diganggu oleh manusia untuk dibunuh atau diperjual belikan.

“Sedangkan manajemen tikus secara kimiawi harus lebih bijaksana dalam penggunaannya. Cara fumigasi setelah panen padi dinilai cukup efektif. Penggunaan atraktan dan repelen bisa diterapkan namun masih terkendala dalam proses ekstraksi. Aplikasi kemosterilan untuk memandulkan tikus juga terus dikembangkan,” pungkas Dr Swastiko. (MW – IPB News)

#DokterTanamanIPB # WebinarPropaktani #HamaTikusJagung #PTNkeren #IPBuniversity