Logo

Mahasiswa Proteksi Tanaman Perkenalkan Serangga sebagai Protein Masa Depan di Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional

Sekelompok Mahasiswa di lingkungan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor di bawah organisasi Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) yang memiliki minat terhadap dunia serangga (entomologi) yaitu Entomology Club/EntoClub menggelar sebuah pameran tematik dengan tema “Edible Insect” atau serangga yang dapat dikonsumsi di gelaran Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, 3-4 November 2018 di area Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Kegiatan ini masih merupakan bagian dari kerja sama antara Museum Serangga dengan IPB khususnya Departemen Proteksi Tanaman dan beberapa mitra yaitu Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI), Yayasan Peduli Konservasi Alam (PEKA) Indonesia, dan Komunitas Cinta Lingkungan BeeYouth!

Di negara negara tropis termasuk Indonesia, mengkonsumsi serangga telah manjadi budaya masyarakat sejak bertahun tahun yang lalu. Di beberapa negara seperti Cina, Jepang dan Thailand banyak sekali menu makanan serangga yang digemari masyarakat dan masih dikonsumsi  sampai saat ini. Di Indonesia sendiri, menu makanan serangga menjadi identitas suatu daerah. Sebut saja rempeyek laron di Jawa Timur, belalang goreng di daerah Yogyakarta dan ulat jati di Grobogan serta ulat sagu yang hingga kini masih digemari masyarakat di Indonesia bagian timur dan Pulau Sumatera.

Dalam 10 tahun terakhir, di negara negara benua eropa dan amerika mulai diperkenalkan makanan olahan berbahan baku serangga. Dari hasil penelitan dan berbagai macam uji coba yang dilakukan, diyakini bahwa serangga merupakan sumber protein yang potensial di masa depan. Saat ini, mengkonsumsi serangga menjadi trend yang sedang berkembang di Eropa dan Amerika. Beberapa restoran mulai menyajikan makanan dan snack dari serangga. Industri olahan makanan juga mulai memperkenalkan tepung serangga sebagai bahan tambahan dalam pembuatan aneka jenis makanan. Di Italy, campuran tepung jangkrik dan tepung gandum sedang populer digunakan dalam membuat pizza dan spageti. Tepung jangkrik ditambahkan guna memberikan nutrisi yaitu protein sehingga kandungan protein di dalam pizza maupun spageti menjadi bertambah.

Kegiatan pameran, menampilkan poster infografis yang menyajikan fakta misalnya dalam 100 gram serangga mengandung 69% protein dimana nilai tersebut paling tinggi dibandingkan dengan ayam (31%) atau sapi (29-43%). Selain itu budidaya serangga memerlukan lebih sedikit lahan, bahan pakan, serta 2000 kali lebih sedikit memerlukan air jika dibandingkan dengan peternakan sapi. Budidaya serangga juga menghasilkan sedikit amonia dan gas rumah kaca sehingga turut menjaga kondisi bumi. Dalam pameran juga ditampilkan display dan tester makanan olahan berbahan serangga seperti belalang goreng dengan varian rasa pedas, gurih, asam manis serta keripik maggot yang renyah. Kegiatan ini juga turut diramaikan oleh CriquetFood, sebuah start up bisnis oleh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman yang mengembangkan makan olahan jenis cake dan crackers berbahan dasar tepung jangkrik.

Selain itu, mereka juga turut memperkenalkan serangga lebah tanpa sengat atau yang biasa dikenal dengan sebutan klanceng (Jawa), teuweul (Sunda), kelulut (Melayu) sebagai serangga potensial penghasil madu di skala rumah tangga. Hal ini bentuk kampanye dalam menghijaukan pekarangan rumah dengan tanaman bunga dan sayuran sebagai pakan lebah dan sekaligus sebagai upaya konservasi lebah tanpa sengat. Banyak dari pengunjung stand pameran yang baru pertama kali melihat dan mengetahui bahwa ada jenis lebah penghasil madu yang tidak menyengat. Para pengunjung juga antusias memberikan pertanyaan terkait teknik budi daya dan memanen madu dari lebah tanpa sengat tersebut.

PDF Download