Logo

Daftar Berita

GUEST LECTURE 15: Next Generation Sequencing (NGS): Aplikasinya dalam Entomologi dan Epidemiologi

GUEST LECTURE 15

MK Aplikasi Biologi Molekuler dalam Bidang Fitopatologi dan Entomologi FIT651, Departemen Proteksi Tanaman IPB University akan menyelenggarakan guest lecture seri ke-15 dengan tema Next Generation Sequencing (NGS): Aplikasinya dalam Entomologi dan Epidemiologi

Dr. Ruth Martha Winnie
PT. Biosains Medika Indonesia (BIOSM)

Jumat, 13 Mei 2022
09.30-11.00 WIB

====================
Panitia Guest Lecture
Departemen Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian - IPB University

website ptn.ipb.ac.id
email protanipb@apps.ipb.ac.id
twitter @PTN_IPB
instagram @ptn_ipb

Guest lecture Series 14th: Plant Pathogenic Bacteria (PTN623)

Guest Lecture IPB University Ungkap Penyakit Darah pada Pisang Sudah Menyebar (Kumparan.com)

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB University mendukung pengayaan pengalaman belajar bagi mahasiswa pada transformasi digital di era COVID-19. IPB University juga mengusung sebuah format edukasi yang menyediakan wadah interaksi bagi mahasiswa dan tenaga profesional melalui diskusi dan kompetensi interpersonal dalam program Guest Lecture Series.

Pada Guest Lecture Series ke-14, (11/4), hadir Jane Ray, seorang senior plant pathologist dari Northern Territory Government, Australia untuk membawakan materi bertema “Biology and Epidemiology of Banana Blood Disease”. Materi ini merupakan bagian dari studi doktoral Jane Ray di The University of Queensland dimana penelitian lapangannya dilaksanakan di Yogyakarta, Indonesia.

Menurut Jane, Indonesia merupakan pusat biodiversitas tanaman pisang (Musa sp.). Penyakit darah pisang (Blood Disease of Banana/BDB) yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia syzygii subsp. celebesensis merupakan salah satu penyakit penting pada pisang selain penyakit layu dan moko.

“Penyakit BDB di Indonesia pertama kali ditemukan di sebuah pulau kecil di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1905. Setelah laporan penyakit BDB tahun 1907 di Sulawesi Barat, penyakit BDB ini baru kembali dilaporkan pada tahun 1987 di daerah Jawa Barat. Hasil penelitian saya tahun 2021, penyakit BDB di Indonesia telah menyebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Lombok, Sumbawa, hingga Maluku,” jelasnya.

Selain meneliti daerah sebaran BDB, Jane menyebutkan bahwa aspek biologi dari penyakit ini sangat penting dilakukan sebagai salah satu bagian dari pengendalian penyakit yang terintegrasi.  “Gejala khas penyakit BDB berupa daun nekrosis dan layu, bagian dalam buah pisang muda yang terinfeksi berwarna kecoklatan dan adanya warna kemerahan seperti darah pada bagian  jaringan pembuluh angkut,” ujarnya.

Ia menjelaskan, hasil dari studi biologi di lapangan diketahui bahwa penyakit BDB ini dapat ditularkan secara mekanis. Bisa juga melalui perantara serangga, kelelawar, burung dan aktivitas manusia serta dari tanaman induk (mother plant) ke anakan (sucker).

“Penggunaan alat pertanian yang steril, bahan tanam yang sehat, sanitasi dapat mencegah penularan dan menekan penyebaran penyakit,” imbuhnya.  Menurutnya, salah satu komponen penting dalam pengendalian penyakit BDB ini adalah teknik deteksi yang spesifik dan akurat. Perakitan teknik deteksi menggunakan real-time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan menggunakan sepasang primer yang sekuennya diambil dari bagian kromosom bakteri berhasil mendeteksi R. syzygii subsp. celebesensis secara spesifik dari berbagai wilayah.

Mengingat pentingnya penyakit BDB ini, Jane Ray menyebutkan perlu adanya penelitian lanjutan. Seperti alternatif strategi pengendalian, screening varietas tahan, studi penularan BDB melalui tanah dan air, serta identifikasi keragaman genetik R. syzygii subsp. celebesensis untuk mengetahui ada atau tidaknya strain bakteri tersebut. (**/Zul)

Artikel di Kumparan.com

Lecture Material

Guest Lecture Material 1

Guest Lecture Material 2

Guest Lecture Material 3

Guest Lecture Material 4

untuk informasi lengkapnya, silahkan untuk menonton video berikut:

Dosen IPB University Berbagi Strategi Menghasilkan Benih Sehat dan Berkualitas (IPB News)

Benih sehat dan bermutu merupakan komponen penting dalam menghasilkan produk pertanian unggulan. Seiring dengan pesatnya perdagangan global, kualitas benih semakin diperhatikan. Namun demikian, impor benih memiliki risiko membawa penyakit baru ke tanah air, khususnya penyakit tanaman terbawa benih seperti cendawan, virus maupun nematoda. 

Menanggapi hal tersebut, Dr Widodo, Dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian berbagi strategi dan teknik dalam menghasilkan benih yang sehat. Ia menilai, kesehatan benih belum menjadi prioritas pengembangan pertanian di Indonesia. Padahal, di berbagai negara seperti Eropa, penanganan benih tanaman luar biasa ketat. 

"Benih sehat merupakan benih yang terbebas dari organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama patogen. Hal ini karena bahan biakan tanaman umumnya bisa menjadi media pembawa patogen. Biakan ini dapat berbentuk biji sejati maupun biakan vegetatif," kata Dr Widodo.

Dosen IPB University itu melanjutkan, benih yang sakit dan berkualitas buruk sebenarnya dapat dicirikan secara visual. Namun, produsen benih sering mengabaikan gejala awal penyakit penyakit tersebut. Benih yang seharusnya sudah tidak masuk kriteria tetap sering lolos seleksi dan dijual di pasaran.

“Gejala di lapangan perlu diamati karena menentukan tindakan kita dalam memilih tanaman yang digunakan untuk produksi benih,” ujar Dr Widodo dalam Webinar Propaktani berjudul “Pentingnya Kesehatan Benih untuk Mendukung Penyediaan Benih Bermutu,” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian RI, 08/04.

Dr Widodo juga menjelaskan, ledakan penyakit yang menyebabkan gagal panen seringkali diakibatkan oleh kualitas benih yang tidak sehat. Tidak hanya itu, petani sering mengalami kerugian, sehingga mereka ‘mengeroyok’ pihak produsen benih akibat gagal panen. Ia menyebut, berdasarkan riset yang dilakukan pada benih komersial, ditemukan sekitar 60-80 persen benih mengandung penyakit terbawa benih. 

“Strateginya adalah dengan memperhatikan kesehatan benih. Kesehatan benih akan mempengaruhi kesehatan tanaman, demikian  juga kesehatan tanaman akan mempengaruhi benih atau biji yang dihasilkan,” katanya.  Dr Widodo menyarankan, produsen benih harus lebih memperhatikan kesehatan tanaman di lapangan. Tidak hanya itu, strategi lainnya yaitu dengan menggunakan benih yang sehat. Ia juga menyarankan agar petani menanam di daerah maupun musim yang menyebabkan patogen sasaran tidak berkembang optimum. 

"Contohnya di daerah dengan kelembaban rendah tetapi air cukup untuk bakteri dan cendawan patogen. Kawasan Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Timur dinilai sangat potensial untuk menghasilkan benih sehat. Di daerah tersebut, risiko penyakit terbawa benih semakin rendah," kata Dr Widodo.

Dosen IPB University itu juga menyarankan, supaya petani menanam di daerah maupun musim ketika serangga vektor tidak berkembang dengan baik. Hal ini karena beberapa virus dan bakteri dapat ditularkan oleh serangga vektor.  “Jangan segan-segan memusnahkan individu tanaman sakit di lapangan, terutama jika sudah tidak mungkin menghasilkan. Apalagi untuk keperluan produksi benih,” tambahnya.

Demi menjaga kualitas benih yang sehat, ia berpesan untuk keperluan benih berikutnya, petani sebaiknya melakukan pemanenan terlebih dulu individu tanaman yang sehat. Seringkali petani mencampurkan benih tanaman sehat dengan yang sakit. Tanaman dan benih harus sudah ditandai sejak gejala awal sehingga mudah dibedakan dan dipindahkan. (MW/RA – Artikel di IPB News)

Dosen Muda IPB University Paparkan Nilai Penting Serangga di Urban Area

Nadzirum Mubin SP., MSi., merupakan salah satu dosen muda IPB dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB University yang menekuni bidang Entomologi. Dunia Entomologi tidak hanya terbatas pada area pertanian, tetapi masih banyak lagi seperti Entomologi Kehutanan, Entomologi Perairan, sampai Entomologi Permukiman atau Urban Entomology. Dalam kesempatannya webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Nadzir mencoba berbagai pengalaman tentang nilai penting serangga di Urban Area guna melestarikan dari kepunahan dan implikasinya untuk kehidupan pada Sabtu, 26 Maret 2022.

Serangga merupakan kelompok hewan yang memiliki ukuran relatif kecil tetapi memiliki peranan penting. Peranan serangga beragam seperti sebagai predator, dekomposer dan penyerbuk yang merupakan peranan baik dari serangga, tetapi terkadang juga serangga memiliki peranan kurang menguntungkan karena menyebabkan gangguan kesehatan bahkan gangguan atau kerusakan properti milik manusia.

Nadzir menjelaskan bahwa, serangga yang berada di permukiman seringkali digambarkan dengan serangga-serangga yang merugikan seperti kecoa, lalat, semut, rayap, nyamuk, kutu busuk/bed bug dan lain-lain. Gangguan yang ditimbulkan seperti gangguan kesehatan misalnya disebabkan oleh semut api (Solenopsis invicta), gejala ringan akibat sengatan semut api adalah gatal, tetapi gejala yang diikuti alergi dapat menyebabkan iritasi kulit hingga kematian. Makanan yang didatangi kecoa dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti cendawan dan bakteri pathogen. Ketika mikrob pathogen ikut termakan dan masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, gangguan kesehatan yang umum adalah alergi (pilek, iritasi kulit, iritasi mata) hingga kesulitan bernapas dan anafilaksis. Nyamuk juga merupakan serangga permukiman yang sangat penting dan menjadi perhatian setiap tahunnya bahwa hingga ke Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh nyamuk mulai dari rasa gatal akibat tusukan stilet dari nyamuk hingga nyamuk pembawa virus (dengue, zika, chikungunya, yellow fever) yang dapat menyebabkan kematian. Karena gangguan kesehatan yang merugikan manusia hingga menyebabkan kematian maka serangga seperti semut, kecoa dan nyamuk menjadi serangga permukiman yang penting untuk dilakukan pengelolaan bahkan pengendalian.

Proses pengendalian umumnya dilakukan dengan cara yang mudah dan efektif misalnya penggunaan insektisida. Akan tetapi, akibat adanya penggunaan pestisida yang cukup intensif dalam pengendalian serangga hama, banyak sekali issue yang muncul bahwa terjadi penurunan populasi. Akan tetapi sedikit berbeda untuk serangga permukiman. Alih-alih menurun populasinya, populasi serangga permukiman yang dikendalikan menjadi resisten atau kebal. Banyak laporan serangga permukiman seperti kecoa (Blatella germanica), lalat (Musca domestica), nyamuk (Aedes aegypti, Ae. albopictus, Anopheles gambiae). Penggunaan teknik pengendalian yang kurang bijaksana dapat menyebabkan adanya induksi resistensi. Serangga akan membuat pertahanan diri untuk kelangsungan hidupnya guna menjaga eksistensinya di alam, pungkas Nadzir.

Seiring perkembangan dunia sains, peneliti melakukan beragam alternatif pengendalian salah satunya dengan menggunakan bakteri Wolbachia. Succes Story sudah dilakukan oleh rekan-rekan dari World Mosquito Program/WMP dari Fakultas Kedokteran, UGM. Tim WMP sudah melakukan pengelolaan kasus Dengue/DBD dengan cara menginduksikan bakteri Wolbachia ke tubuh nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia akan menghambat perkembangan virus dengue yang ada di dalam tubuh nyamuk tersebut, sehingga nyamuk yang sudah terinfeksi virus dengue tidak dalam menularkan virus ke orang dan kasus DBD pun bisa mulai dikendalikan dengan adanya introduksi Wolbachia ini.

Dalam presentasi yang dibawahkan oleh Pak Nadzir, diketahui bahwa laporan pertama kasus DBD sudah ada sejak 1968 dan sampai sekarang (tahun 2022) kasus DBD ini juga masih ada. Gangguan kesehatan menjadi concern yang sudah sangat lama karena terkait kehidupan seseorang. Kasus DBD selalu ada, bahkan selama pandemic Covid-19 melanda Indonesia, kasus DBD ini juga ikut serta hadir di tengah-tengahnya. Untuk itu, pengelolaan nyamuk ini sangatlah penting agar kasus DBD di Indonesia dapat hilang. Teknik Pengelolaan yang ditawarkan sudah banyak mulai dari membersihkan genangan air, menguras bak mandi, serta teknik terbaru yaitu mengintroduksi nyamuk ber-wolbachia.