Gandeng University of Queensland, Departemen PTN IPB University Adakan Workshop Diagnosis Penyakit Buah Pisang
Departemen Proteksi Tanaman (PTN), Fakultas Pertanian (Faperta) IPB University bekerja sama dengan University of Queensland, Australia menyelenggarakan workshop dengan tema ‘Plant Pathogen Diagnostic Workshop on Important Diseases Infecting Banana in Indonesia: from the field to the lab’.
Kegiatan ini dilaksanakan pada (25- 28/6) dengan menggandeng Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB University, dan PT Genetika Science sebagai mitra kegiatan.
Salah satu dosen Proteksi Tanaman IPB University, Dr Sari Nurulita menjelaskan, workshop ini terdiri atas tiga kegiatan, yaitu Guest Lecture, Field Trip, dan Laboratory Work. Peserta berasal dari 12 perguruan tinggi di Indonesia, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Karantina Indonesia, dan PT Great Giant Pineapple-Lampung.
Dalam acara Guest Lecture, Prof Awang Maharijaya, Ketua PKHT IPB University membahas tentang keanekaragaman jenis pisang di Indonesia, potensi dan tantangannya. “Di tingkat dunia, Indonesia merupakan negara penghasil pisang ke-3 setelah India dan Tiongkok,” ungkapnya.
Budi daya pisang di Indonesia sebagian besar diusahakan oleh petani biasa yang umumnya menanam pisang jenis lokal seperti Ambon, Barangan, Kepok, dan Tanduk. Namun, beberapa tahun terakhir perkebunan pisang mulai berkembang yang lebih banyak menanam jenis pisang Cavendish.
“Karena itu, upaya pelestarian varietas lokal pisang sangat diperlukan untuk mempertahankan biodiversitas dan mendukung ketahanan pangan,” ucapnya.
Selain itu, Prof Awang mengurai sejumlah tantangan utama dalam budi daya pisang di Indonesia. Tantangan tersebut antara lain gangguan hama dan penyakit, teknik budi daya belum memanfaatkan kemajuan teknologi, serta pemasaran dan kebijakan pemerintah yang belum optimal.
Narasumber dari The University of Queensland, Australia, Dr John Thomas, merupakan plant virologist yang sudah lama menekuni penelitian tentang Banana bunchy top virus (BBTV). Dalam presentasinya dibahas secara lengkap tentang gangguan dan kerugian yang disebabkan oleh infeksi BBTV.
“Penyakit kerdil pisang yang disebabkan oleh BBTV menyebar sangat cepat dan dilaporkan menyebabkan kerugian pada industri pisang di Australia. Selain itu, kejadian tersebut juga mengancam ketersediaan sumber pangan di beberapa negara di Afrika,” kata dia.
Untuk mengatasi hal itu, Dr Thomas memberikan rekomendasi pengendalian penyakit kerdil pisang, di antaranya dengan mengandalkan pada regulasi yang ketat dan program edukasi publik.
Beberapa contoh regulasi yang sudah terbukti efektif membatasi penyebaran penyakit kerdil pisang antara lain pendaftaran kebun sebelum penanaman pisang, penentuan zona karantina, pembatasan perpindahan bahan propagasi tanaman, inspeksi kesehatan tanaman secara berkala dan pemusnahan tanaman sakit.
Narasumber lain yang juga dari The University of Queensland, Australia yaitu Dr Lilia Carvalhais. Ia merupakan plant pathologist dengan pengalaman penelitian penyakit pisang, terutama tentang penyakit darah pisang (banana blood disease) dan penyakit layu Fusarium. Dalam presentasinya, ia mengulas secara lengkap tentang sifat-sifat patogen yang menyebabkan penyakit tersebut, yaitu bakteri Ralstonia syzygii subsp. celebesensis dan Fusarium oxysporum f. sp. cubensis.
Kunjungan lapangan (field trip) dilaksanakan ke Kebun Percobaan Sukamantri, Faperta IPB University yang berlokasi di Desa Sukamantri, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Menurut Dr Sari Nurulita, kegiatan ini bertujuan untuk mengenali gejala infeksi dan kerusakan pada buah pisang yang disebabkan oleh penyakit kerdil, penyakit darah, dan penyakit layu. “Selain itu, juga dilakukan penjelasan tentang teknik pengumpulan sampel tanaman sakit sebagai bahan untuk diagnosis penyebab penyakit di laboratorium,” sebut Dr Sari Nurulita, ahli virologi dari Proteksi Tanaman IPB University ini.
Diagnosis penyakit dimulai dari pengamatan di lapangan, dilanjutkan dengan analisis di Laboratorium Pendidikan, Departemen PTN, Faperta IPB University. Peserta melakukan teknik deteksi bakteri, cendawan dan fungi dari bahan tanaman menggunakan metode polymerase chain reaction. “Deteksi di laboratorium sangat diperlukan dan penting untuk mengonfirmasi gejala penyakit di lapangan. Teknik deteksi harus spesifik dan akurat tetapi tidak terlalu sulit dilakukan,” tambahnya.