Logo

Liputan Majalah Trubus: Jasa Besar Makhluk Liliput

Senyum menghias wajah Nasir karena memanen tomat hingga 15 kali. Sebelumnya panen tomat di kebun Nasir hanya 7—10 kali. Total produksi pun melonjak hingga 5 kg, semula hanya 4 kg per tanaman. Tentu saja keuntungan petani di Desa Bandorasa Kulon, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, itu pun bertambah. Selain itu Nasir memanen sayuran daun seperti caisim 3 hari lebih cepat, yakni pada hari ke-37 setelah tanam. Cabai lokal milik Nasir juga bertahan hingga 3—5 tahun dari semula 1 tahun.

Bahkan, hama kutu putih pada padi teratasi 15 hari setelah perlakuan dengan ramuan tertentu. Itu tergolong cepat. Perlu 30 hari menanggulangi hama itu jika menggunakan insektisida pabrikan. Kadang-kadang penggunaan insektisida menyebabkan padi malah mati. Nasir memang membudidayakan aneka tanaman pangan, sayuran, dan buah di lahan hampir 1 hektare. “Saya senang dengan hasil panen itu,” kata petani yang mengelola lahan sendiri sejak 2015 itu.

Apa rahasia Nasir sehingga mendapatkan semua keistimewaan itu? Ia mengandalkan pupuk berisi bakteri pemacu pertumbuhan tanaman atau plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR). Nasir mencampur 2—3 sendok makan PGPR bubuk dengan 3 kg singkong kukus, 1,5 liter tetes tebu, 2 kg gula merah, dan 30 l air di sebuah wadah. Ia mengaduk rata, dan menutup wadah. Fermentasi berjalan sukses jika larutan itu menguarkan aroma harum pada hari ke-3.

Petani berusia lebih dari 40 tahun itu lalu menyaring hasil fementasi sebagai larutan biang berwarna kecokelatan. Nasir melarutkan sekitar 240 ml larutan biang ke dalam 17 l air bersih dan menyemprotkan ke sekujur tanaman. Cara itulah yang membuat frekuensi panen tomat melonjak hingga 15 kali, panen caisim lebih cepat, dan tanaman cabai bertahan hingga 5 tahun. Kelebihan lain menggunakan PGPR yakni mengurangi ongkos produksi hingga 40% dan tanah lebih subur.

Semula Nasir membeli 500 kg pupuk kimia sintetis setiap tahun. Kini ia hanya memerlukan 100 kg pupuk kimia sintetis saban tahun. “Saya bisa menghemat Rp10 juta per tahun,” kata pria kelahiran Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, itu. PGPR yang dipakai Nasir spesial karena berasal dari kawasan hutan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Kebun yang dikelola Nasir berlokasi di sekitar TNGC.

PGPR asal Gunung Ciremai itu merupakan hasil eksplorasi sumberdaya biologi oleh Balai TNGC dan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Menurut dosen di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr., C-71 merupakan isolat bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri itu mampu meningkatkan panjang akar bibit tomat 42,35% dan meningkatkan daya kecambah tomat 178%.

Isolat itu pun membuat tomat lebih tahan penyakit bercak daun. Faedah lain isolat yang berasal dari tanah perakaran bambu itu juga meningkatkan pertumbuhan panjang akar, tinggi tanaman, dan panjang daun bibit cabai rawit dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menggunakan pupuk kimia buatan. Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) di TNGC, Asep Uus Susanto, S.Hut., mengatakan, uji coba formula PGPR melibatkan masyarakat di desa-desa penyangga TNGC seperti kebun milik Nasir.

Eksplorasi mikrob dilakukan agar pengelolaan pertanian di sekitar TNGC lebih ramah lingkungan. Harap mafhum pada 2016 ada burung elang jawa penghuni TNGC yang mati. “Diduga burung itu memakan pakan dari luar kawasan. Jenis pakan mungkin ular atau jenis lain,” kata Uus. Sebelumnya praktik pertanian di sekitar TNGC lebih mengandalkan pupuk dan pestisida kimia sintetis.

Guru besar IPB bidang ilmu tanah dan sumberdaya lahan di Fakultas Pertanian (Faperta), IPB, Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santoso, M.S., mengatakan, sistem pertanian kita cenderung mengerucut pada penggunaan produk kimia sintetis. Dampaknya kehidupan dan keragaman mikrob dalam tanah makin lama makin tertekan akibat asupan produk sintetis yang begitu masif.

Percuma memberikan pupuk jika keragaman mikrob dalam tanah sangat sedikit. Misal penggunaan Urea. Tanaman tidak bisa menyerap Urea dalam bentuk urea. Urea harus dipecah oleh mikroorganisme menjadi amonium sehingga bisa diserap tanaman. Jika populasi dan keragaman mikrob dalam tanah menurun drastis, maka berefek pada pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, saat ini pemakaian mikrob perangsang tumbuh tanaman relatif masif.

“Tanpa kita menjaga keragaman mikrob itu, risiko untuk keberlanjutan pertanian masa depan cukup besar,” kata doktor alumnus Faculty of Life Sciences, Technische Universitaet. Braunscweig, Jerman, itu. Selain PGPR, tim peneliti juga menemukan mikrob kelompok patogen serangga dan kandidat antiembun beku (antifrost) di TNGC. Mikrob kelompok patogen serangga khususnya wereng dan kutu-kutuan berupa cendawan Hirsutella sp. dan Lecanicillium sp. Adapun kandidat antifrost yaitu isolat PGMJ asal melanding gunung Paraserianthes montana dan A1 dari anggrek Vanda sp.

Menurut Suryo penemuan mikrob alami kandidat antifrost itu merupakan hal baru di Indonesia. Sebetulnya mikroorganisme antifrost sudah dikomersialkan di Amerika Serikat. Namun, mikrob yang digunakan termasuk organisme termodifikasi secara genetika atau genetically modified organism (GMO). Hasil pengujian di lapangan mengungkapkan mikrob kandidat antifrost mampu menekan kerusakan karena frost sekitar 60% pada suhu minus 5 - 9 ºC.

“Plasma nutfah mikrob kita luar biasa. Manfaat mikrob sangat banyak. Kita belum memanfaatkan secara optimal apalagi masif,” kata doktor bidang Patologi dan Proteksi Tanaman alumnus The University of Göttingen, Jerman, itu. Peran mikrob lain di bidang pertanian yakni pengendali hama dan penyakit, dekomposer, serta membuat tanaman menjadi adaptif pada stres abiotik seperti kekeringan. Yang paling baru ada khamir (yeast) untuk memperpanjang masa simpan buah. Caranya mikrob itu mengurangi produksi etilen yang berperan mematangkan buah.

Andreas mengatakan, pemanfaatan mikrob untuk pertanian seperti PGPR termasuk bioteknologi secara umum. Bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme dan gennya untuk memproduksi barang dan jasa. Perkembangan pemanfaatan mikrob untuk pertumbuhan tanaman cukup pesat. Petani kecil sudah menerapkan bioteknologi dengan membuat mikroorganisme lokal (mol).

“Kunci dan potensi bioteknologi itu sebenarnya ada pada mikroorganisme karena keanekaragaman hayati yang luar biasa tinggi. Mikrob itu utama dalam bioteknologi. Hanya saja sangat jarang yang serius untuk mengonservasi mikrob itu. kata Andreas yang juga menjabat Kepala Biotech Center IPB. Gen tanaman transgenik pun dari bakteri Bacillus thuringiensis. Hampir semua produksi enzim saat ini berasal dari mikrob transgenik.

Mikroorganisme tidak hanya berguna untuk bidang pertanian. Xanthan gum dan pullulan merupakan produk dari mikroorganisme di bidang industri. Bakteri Xanthomonas campestris menghasilkan xanthan gum secara alami. Penggunaan polisakarida itu antara lain sebagai bahan penstabil (stabilizer) minuman. Sementara pullulan merupakan hasil metabolit Aureobasidium pullulan. Pemanfaatan pullulan antara lain sebagai pengganti pati pada industri makanan.

Andreas menuturkan, “Potensi mikrob memang luar biasa.” Ada bakteri Streptomycetes sp. di Oregon State University, Amerika Serikat, yang menghasilkan antibiotik untuk antikanker tertinggi. Bahkan, ada antibiotik streptomisin yang asal bakterinya berasal dari tanah di Jakarta berdasarkan paten yang dilihat Andreas. Ia juga pernah mengisolasi bakteri di Indonesia untuk menghasilkan energi listrik.

Keanekaragaman mikrob di Indonesia yang terkaya di dunia. Sesungguhnya hingga kini belum terjawab berapa jumlah spesies mikrob di seluruh dunia. Yang tercantum saat ini sangat sedikit. Sayangnya potensi mikrob yang luar biasa itu belum tergali maksimal. Bahkan, mungkin beberapa mikrob bisa punah sebelum diidentifikasi dan diketahui potensinya. Manajer Indonesian Culture Collection (InaCC), Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Iwan Saskiawan, mengatakan kebakaran hutan dan penebangan liar bisa memicu punahnya suatu jenis mikroorganisme.

Hasil penelitian tim peneliti jamur makro Puslit Biologi LIPI menunjukkan jenis jamur makroskopis di Kebun Raya Bogor menurun dari tahun ke tahun. Itu bisa diindikasikan terjadi perubahan iklim. Apakah kelembapan kurang atau suhu yang meningkat. Musababnya ada jamur jenis tertentu yang tumbuh pada suhu dan kelembapan tertentu. Bisa dibilang jamur itu berperan sebagai bioindikator. Selain pemanfaatan mikrob, peningkatan produksi tanaman dilakukan dengan teknik rekayasa genetika.
Dengan kata lain ada pemindahan gen dari satu spesies ke spesies lain. Metode itu masih menimbulkan pro dan kontra di Indonesia. Terutama berkaitan dengan efek jangka panjang produk rekayasa genetika dalam tubuh.

Sebetulnya perakitan tanaman transgenik di Indonesia cukup banyak. Kendalanya pada hak cipta lantaran banyak metode dan tools yang dipatenkan perusahaan besar multinasional. Direktur Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC), Prof. drh. Bambang Purwantara, M.Sc., Ph. D., mengatakan, keunggulan tanaman bioteknologi antara lain meningkatkan produktivitas, mengurangi ongkos produksi, dan membuat harga makanan lebih terjangkau.

Kelebihan tanaman bioteknologi lainnya yakni mencegah deforestasi dan menjaga biodiversitas. Bambang menuturkan, kedelai, jagung, kapas, kanola, dan alfalfa merupakan tanaman bioteknologi yang banyak ditanam pada 2019. Negara yang paling banyak menanam tanaman bioteknologi yaitu Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Brasil, dan India. Menurut Andreas perkembangan riset terkini tidak harus transfer gen asing antarspesies.

“Ada pendekatan yang kita kenal dengan gene silencing dan gene editing,” kata Ketua Pembina Yayasan Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) itu. Contoh pembungkaman gen (gene silencing) yakni menonaktifkan gen yang mungkin menggangu pertumbuhan tanaman atau menurunkan produksi. Sementara membuat gen yang berperan memacu pertumbuhan lebih aktif lagi termasuk upaya penyuntingan gen (gen editing).

Penyuntingan gen untuk meningkatkan produksi tanaman dan agar tanaman tahan cekaman lingkungan. Menurut Andreas pembungkaman dan penyuntingan gen terjadi dalam tanaman itu sendiri. Artinya kita mengelola gen yang ada dalam tanaman itu. Tidak ada transfer gen ke speies lain seperti pada GMO. Iwan mengatakan, “Pada Harteknas 2020 Menristek Bambang Brojonegoro menekankan kepada peneliti untuk memperhatikan biodiversitas mikroorganisme karena berperan penting pada kehidupan manusia di masa depan.”

Artinya pemerintah mulai melirik potensi besar kekayaan mikroorganisme Indonesia. Meski begitu Suryo mengatakan, ada beberapa hal yang mesti dilakukan untuk pengembangan mikroorganisme seperti peta jalan (road map) riset mikrob secara nasional. Setelah selesai, formulasi riset itu dipatenkan. Selain itu, perlu adanya sinergi antara peneliti, pihak swasta, dan masyarakat. Menurut Andreas harus ada political will yang kuat terkait riset-riset mikroorganisme agar pemanfaatannya maksimal. (Riefza Vebriansyah)

Kunjungi link berikut untuk artikel yang berada di Majalah Trubus: Jasa Besar Makhluk Liliput