Logo

IPB University Berhasil Kembangkan Teknologi Biointensif Padi, Tingkatkan Produksi dengan Pupuk yang Lebih Sedikit

Teknologi Biointensif Padi yang dikembangkan oleh Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian (Faperta) IPB University bermanfaat untuk pengendalian hama dan penyakit padi serta peningkatan produktivitas padi berbasis kesehatan tanaman dan optimalisasi jasa ekosistem. Hama dan penyakit menjadi masalah yang semakin penting dengan perubahan iklim.
Teknologi bio-intensif yang dikembangkan memiliki komponen berupa bio-imunisasi benih dengan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan cendawan endofit, serta pembalikan jerami dengan pupuk kandang lebih sedikit, optimalisasi pemupukan hingga 25-50 persen, dan eksklusi pestisida.
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Forum Persatuan Darim, dan Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman IPB University mensosialisasikan teknologi ini dalam bentuk Sekolah Lapangan Biointensive di Kampung Darim yang terletak di dua sub-Kecamatan yaitu Terisi dan Losarang, Indramayu, Jawa Barat.
“Satu siklus Sekolah Lapang Biointensive telah dilaksanakan sejak Januari 2021. Pada Sabtu, 21 April, panen dilakukan. Hasil dari semua plot uji di dua blok menunjukkan bahwa Teknologi Biointensive meningkatkan produktivitas dari 6,4 ton. Panen Gabah Kering Giling (GKP) menjadi 7,3 ton GKP per hektar (meningkat 14%), penggunaan pestisida berkurang 100%, penggunaan pupuk NPK berkurang 50%. Dengan demikian, pendapatan petani juga meningkat 35 persen, " kata Dr. Suryo Wiyono, Ketua Tim Riset Teknologi Biointensif Padi saat panen raya dan berdiskusi dengan petani dari Unified Darim Forum di Indramayu.
Dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman ini hadir dan membahas hasil sekolah lapang tersebut. Menurutnya, teknologi yang sudah diujicobakan di 12 lokasi persawahan di Jawa tersebut merupakan terobosan dalam penanggulangan hama dan produksi padi yang terkait dengan perubahan iklim dan sulitnya penyediaan pupuk bersubsidi.
Melihat hasil tersebut, para petani menjadi antusias untuk mengaplikasikan teknologi tersebut pada lahannya dan aktif berdiskusi di sekolah lapang. Salah seorang petani, Ato mengatakan, teknik ini sangat bermanfaat bagi petani dimana hasil produksi meningkat meski pupuk berkurang.
“Dan yang terpenting sangat cocok untuk petani, apalagi kondisi saat ini dimana pupuk sulit didapat,” ujarnya. (** / Zul) - IPB News