Logo

Perbaiki Ekosistem Setu, Masyarakat Desa Cicadas Belajar Entomologi

Bogor (15/8), Masyarakat Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, menggelar kegiatan sekolah setu di sekitar Setu Citongtut. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Setu Learning Center yang diinisiasi oleh Yayasan Tunas Tani Mandiri (Nastari) sebagai media untuk memperkuat kapasitas para pihak dalam mengelola ekosistem setu.

Sekolah setu yang dilaksanakan pada Hari Minggu (15/8) merupakan pertemuan yang kedua. Pertemuan sebelumnya, sekolah setu dilakukan dengan mengangkat tema kualitas air. Wahyu Ridwan Nanta, Fasilitator Sekolah Setu, mengungkapkan bahwa pada pertemuan kedua ini peserta sekolah setu akan belajar mengenai keanekaragaman hayati sebagai bioindikator ekosistem setu.

”Tema sekolah setu kali ini adalah keanekaragaman hayati sebagai bioindikator ekosistem setu. Setelah pertemuan sebelumnya mengamati komponen fisik setu yaitu kualitas air, pertemuan kali ini akan mengamati komponen biologisnya.”, Ujar Nanta.

Kegiatan yang dilakukan selama dua hari ini terbagi menjadi 2 agenda yaitu pengamatan herpetofauna dan serangga nocturnal pada malam hari serta pengamatan pohon besar, ikan, dan serangga di pagi hingga siang hari. Setalah pengamatan, peserta sekolah setu akan mempresentasikan hasil temuannya. Eka, salah satu peserta sekolah setu, mengungkapkan bahwa kelompoknya menemukan 12 jenis serangga dari berbagai habitat kemudian memvisualisasikannya dalam bentuk gambar.

”Kami menemukan 12 jenis serangga dari tanah, tanaman, dan air. Setelah itu kami amati dan kami gambar dengan detail hingga mengetahui bagian-bagian tubuh serangga.”

Yayasan Nastari juga melibatkan tiga mahasiswa Program Studi Entomologi, Departemen Proteksi Tanaman - IPB University yaitu: Prayogo Probo Asmoro, Lidia Sari, dan Marich Nur Maqsalina untuk memberikan pengayaan terkait temuan dari pengamatan serangga di lapangan. Prayogo memberikan penjelasan mengenai fungsi ekologis serangga dan pentingnya keseimbangan populasi dalam ekosistem setu.

”Ada serangga yang berperan sebagai fitofag atau pemakan tumbuhan, musuh alami, dekomposer seperti lalat, polinator seperti lebah, dan vektor. Populasi dari berbagai peran serangga ini perlu seimbang agar tidak ada ledakan yang mengganggu keseimbangan ekosistem setu.”. Ungkap Prayogo.

Menurut Prayogo, serangga yang ditemukan juga bisa menjadi indikator ekosistem sehat di setu. Namun demikian, Prayogo menyebut bahwa perlu upaya-upaya khusus untuk terus meningkatkan kualitas ekosistem setu agar semua pihak dapat merasakan manfaatnya.

”Kami tidak menemukan serangga air yang biasa menjadi bioindikator air bersih, dari sini bisa kita lihat bagaimana keadaan ekosistem setu. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan ekosistem setu. Kalau ekosistem sehat, serangga air melimpah, ikan-ikan memiliki pakan yang cukup, sehingga bisa menjadi menafaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.” Ujar Prayogo.

Sementara itu, Falah, salah satu peserta sekolah setu, mengungkapkan bahwa penurunan kualitas ekosistem di setu memang perlu diperbaiki karena saat ini dirinya sudah jarang melihat serangga yang dulu populasinya melimpah di sekitar setu.

”Saya sudah tidak pernah melihat kunang-kunang lagi, dulu sekitar tahun 2006 masih sering saya lihat di sekitar sini.” Ungkap Falah.

Pembelajaran keanekaragaman hayati di Setu Citongtut ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pengelola setu. Sehingga pengelola memiliki landasan dalam melakukan pengembangan setu dengan tidak mengabaikan faktor lingkungan. Seperti halnya yang dikatakan oleh Wawan, pengelola setu, bahwa pegetahuan baru yang didapat ini harus menjadi landasan dalam menjaga setu.

”Kami beruntung mendapatkan pengetahuan baru. Pengetahuan ini akan kami gunakan untuk menjaga dan mengelola setu agar anak cucu kami tetap bisa menikmati keasrian dan keindahan Setu Citongtut.”

Article by: Wahyu Ridwan Nanta

#PTNkeren #DokterTanamanIPB #Entomologi