Logo

Daftar Berita

Guest Lecture Series 17: MK Pestisida dalam Proteksi Tanaman (PTN306)

MK Pestisida dalam Proteksi Tanaman PTN306, Departemen Proteksi Tanaman IPB University akan menyelenggarakan guest lecture seri ke-17 dengan tema "Aplikasi THE ONE SPRAY OIL pada Pertanian Berkelanjutan"

Khaerunisa Sabitha, ST., MT
Muhammad Fadhil Rahadiansyah, SP
[PT Sari Sarana Kimiatama]


Jumat, 17 Juni 2022
13.30-15.30 WIB

Video Guest Lecture 17:

====================
Panitia Guest Lecture
Departemen Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian - IPB University

website ptn.ipb.ac.id
email protanipb@apps.ipb.ac.id
twitter @PTN_IPB
instagram @ptn_ipb

Purnabakti Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, S.U

Rabu, 08 Juni 2022 – Departemen Proteksi Tanaman (PTN), Fakultas Pertanian – IPB University mengadakan perhelatan acara purnabakti untuk staf dosen Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, S.U (Bu Titiek – sapaan akrab beliau), seorang sosok Ibu bagi PTN, karena telah menyelesaikan masa baktinya pada akhir desember tahun 2021 setelah mengabdi selama 29 tahun mengabdi di IPB University (1992-2021), dan 39 tahun mengabdi sebagai abdi negara (1982-1992 mengabdi pada Universitas Sebelas Maret). Acara purnabakti kali ini sedikit berbeda dari purnabakti-purnabakti sebelumnya, karen selain acara utama purnabakti sekaligus silaturahmi keluarga besar proteksi tanaman, dimana dari tamu yang diundang selain dosen dan keluarga Ibu Titiek diundang juga para pensiunan dari tenaga kependidikan dan dosen. Acara ini digelar secara Hybrid yaitu yang offline di koridor GKA Departemen Proteksi Tanaman dan online dengan zoom meeting yang dihadiri para tamu yang berhalangan hadir.

Berikut rekaman acara purnabakti yang direkam melalui Zoom Meeting: 

Dosen IPB Beberkan Cara Atasi Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung (Medcom.id)

Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jagung di Indonesia. Untuk memahami cara pengelolaannya, petani harus memahami paling tidak tiga faktor, yakni karakter penyebab penyakit, keadaan lingkungan, dan tanaman jagung itu sendiri.

Membahas hal ini, Dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB University), Widodo menjadi narasumber dalam webinar Propaktani dengan tema “Pengelolaan Penyakit Bulai dan Busuk Batang Bakteri pada Tanaman Jagung” yang digelar oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. Ia mengatakan, memahami karakter tanaman ini menjadi penting untuk pengelolaan penyakit bulai.

 “Adapun gejala penyakit ini ditandai dengan adanya klorosis pada daun terutama daun muda. Kemudian munculnya lapisan halus seperti tepung yang merupakan spora dari patogen pada waktu subuh. Selain itu, tongkol jagung yang menjadi ‘ompong’ sebagai salah satu indikator terkuat,” ujarnya, Kamis, 2 Juni 2022.

Biasanya, tanaman yang ditanam terakhir, kerusakannya akan lebih besar. Hal ini dikarenakan petani belum memahami jagung harus ditanam secara serempak dalam suatu hamparan luas.

 Ia menjelaskan, bahwa penyakit bulai ini disebabkan kelompok organisme cendawan palsu dan protista mirip cendawan. Berasal dari spesies Peronosclerospora maydis, P. sorghi, dan P. philippinensis.

Parasit obligat ini tidak dapat tumbuh pada media buatan atau pada tanaman yang sudah busuk atau mati. Kemungkinan besar ketiga spesies ini dapat terbawa oleh benih.

Dibandingkan dengan spesies lainnya, P. sorghi dapat menginfeksi lewat perakaran dan mampu bertahan dalam tanah. "Untuk itu, mengetahui jenis (patogennya) menjadi penting karena strateginya akan berbeda-beda,” ungkapnya.

Menurutnya, pola penyebaran inokulumnya juga terbilang cukup luas. Sehingga bila terbawa benih, area penyebarannya akan mengelompok terlebih dulu kemudian menyebar lebih luas.

Ketika sudah berkecambah, katanya, fase kritisnya dapat muncul 30-45 Hari Setelah Tanam (HST). Bila terserang pada umur tersebut, dipastikan tanaman tidak akan menghasilkan tongkol.

“Hal ini yang kita khawatirkan bila jagung yang ditanam oleh petani merupakan benih jagung komposit kalau ditanam lagi dan tidak ada seleksi maka akan berbahaya,” jelasnya.

Untuk itu, sambungnya, seleksi benih sangat penting untuk menghindari penyebaran penyakit. Ia menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempercepat penyebarannya adalah udara sejuk dan basah. Penanaman yang tidak serempak dalam satu hamparan juga akan memperparah serangan terutama yang ditanam belakangan. Pemberian pupuk N yang berlebihan dan kekurangan K juga dapat memperparah penyakit.

Strategi yang dapat digunakan adalah strategi preemtif, yakni penggunaan benih sehat, menghindari penanaman di area yang terserang, perlakuan Plant Growth Promoting Rhizobakteri (PGPR) untuk kebugaran tanaman dan penanaman serempak. "Tindakan preventif pada 30-45 HST dengan penyemprotan ekstrak bawang putih atau mimba, atau kompos. Bisa juga dengan fungsida berbahan aktif tembaga walau tidak terlalu disarankan,” jelasnya.

Ia menambahkan, adapun tindakan responsifnya adalah dengan eradikasi tanaman sakit diikuti dengan penyemprotan salah satu cara dalam tindakan preventif. Tanaman yang terindikasi sakit harus dimusnahkan dan dikubur di dalam tanah atau dibakar (Medcom.id).

Pakar IPB Wanti-wanti Ancaman Kepunahan Hewan Penyerbuk di Indonesia - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia - Pakar pertanian dari IPB, Profesor Damayanti Buchori, mengingatkan ancaman kepunahan hewan penyerbuk tanaman pangan di Indonesia

seperti lebah, burung, kelelawar dan berbagai jenis serangga yang dapat mempengaruhi ketersediaan pangan di masa depan.

Menurutnya salah satu indikator mulai berkurangnya hewan penyerbuk dapat dilihat salah satunya dari serangan hama ke tanaman.

Di Indonesia, jutaan hama belalang kembara telah merusak tanaman di Sumba Timur dan sekarang bergerak ke Sumba Tengah, dan Sumba Barat Daya,  NTT.

"Di Indonesia, salah satu kejadian penting yang juga menandakan adanya kerusakan lingkungan adalah dengan merebaknya hama belalang kembara di Sumba Timur," ujar Damayanti saat berbincang bersama wartawan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2022 di kampus IPB, Kota Bogor, Sabtu (4/6) seperti dikutip dari Antara.

Salah satu dugaan adalah karena perubahan iklim dan perubahan ekosistem di kawasan tersebut.

Faktor yang menjadi perhatian semua pihak, kata dia, kekurangan tanaman pangan bisa menjadi pemicu krisis di dunia sehingga peperangan di dalam negara maupun antarnegara bisa saja terjadi karena kelaparan.

Apabila tidak ada tindakan nyata dari penduduk dunia untuk menjaga lingkungan hidup, 50 tahun ke depan dapat dipastikan akan terjadi kerusakan besar yang merugikan manusia.

Bencana Ulah Manusia
Hewan penyerbuk mulai berkurang seiring habitatnya yang terganggu akibat bencana alam yang disebabkan ulah manusia, seperti banjir dan kekeringan.

Saat ini yang lebih diperlukan adalah adanya kearifan manusia dalam menyikapi kondisi krisis di bumi.

"Yang kita perlukan adalah political will, kemauan untuk menjalankan prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainability)," kata Damayanti.

Pada 5 Juni 2022 sebagai Hari Lingkungan Hidup, Damayanti berharap seruan bumi hanya satu dan manusia mempunyai tanggung jawab memelihara bumi ini sebaik-baiknya untuk generasi ke depan.